PSIKOLOGI MANAJEMEN*. A. PENGANTAR, B. PERENCANAAN,C. PENETAPAN
MANAJEMEN
1. Psikologi Manajemen
Pertemuan 1
A. Pengantar
1. Definisi Manajemen
Adalah Suatu
Proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang
dan sumber daya organisasi lainnya.
2. Definisi Kepemimpinan
Adalah ilmu
terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan
dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002)
3. Teori kepemimpinan contingency fiedler
(matching leaders and tasks)
Fiddler
mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai
tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada
tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan
fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku
kepemimpinan.
Pemimpin yang
berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.
· Pada set yang
pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya,
tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan
memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini,
grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang
diberikan dengan sebaik-baiknya.
· Pada set yang
kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas
yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam
kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih
tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak
akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba
melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2
yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang
berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada
satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun,
sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan
bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan
kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.Asumsi
sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan
kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik
pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat
memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus
dipertimbangkan.
Fiedler
memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan
orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC,
yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan
orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para
pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC
apabila kontrol situasinya moderat.
4. Model kepemimpinan normatif menurut vroom
Salah satu tugas
utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan2 yg
dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka,
maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan
mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2
pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih
efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat
keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin
memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana telah
kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat
meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan
produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan
keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari
Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton
(1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode
taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan
(decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom
& Yetton, 1973):
1. Autocratic I:
membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada
pemimpin.
2. Autocratic II:
membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh
anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian
informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I:
berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide
dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat
keputusan.
4. Consultative
II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat
diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II:
berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta
menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun
dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi.
Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada.
Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode
kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas
lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki
informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan yang
berkualitas tinggi?
3. Apakah
masalahnya terstruktur?
4. Apakah
penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi
efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus
membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara
beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah
subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat
memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik
akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode
kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu.
Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree)
yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang
Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom
& Yetton, 1973:
Penerimaan Aturan:
Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif,
menghilangkan gayaotokratis.
Konflik Aturan:
Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan
mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa
tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
Keadilan Aturan:
Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya
yang paling partisipatif.
Penerimaan Aturan
Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan
otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan
organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.
5. Path-Goal theory dalam kepemimpinan
Sekarang ini salah
satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal
adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House,
yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan
pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori
path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan
yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2)
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering
berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan
kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam
pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam
House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang
menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan
akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke
kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan
ganjaran.
Model kepemimpinan
path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi.
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka
yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya
disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan
mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri,
dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal
menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan
tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat
mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan
antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat
adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil
yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan
yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk
mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa
kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
Fungsi Pertama;
adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu
bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam
menyelesaikan tugasnya.
Fungsi Kedua;
adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya dengan memberi dukungan dan
perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk
fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan.
Empat perbedaan gayakepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai
berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental
(directive) Ã Instrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada
penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan
memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan
2.
Supportiveà Mendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan
bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan
kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan
menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi,
sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di
antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan
pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami
frustasi dan kekecewaan.
Participativeà Partisipatif:
suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif
berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum
mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan
motivasi kerja bawahan
Achievement-orientedà Prestasi
berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gayakepemimpinan dimana pemimpin
menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi
semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam
proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor
situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu:
personal characteristic of subordinate and environmental pressures and
demmand(Gibson, 2003).
1. Karakteristik
Bawahan
Pada faktor
situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin
akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut
akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu
instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup
tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali
(Locus of Control)
Hal ini berkaitan
dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang
mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka
peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka
yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh
dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal
cenderung lebih menyukai gayakepemimpinan yang participative, sedangkan
eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk
Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang
untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism
yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan
bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gayakepemimpinan
partisipatif.
3) Kemampuan
(Abilities)
Kemampuan dan
pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil
dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah
menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang
tinggi, atau pemimpin yang supportiveyang lebih suka memberi dorongan dan
mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung
memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang
mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik
Lingkungan
pada faktor
situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi
faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku
tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik
lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja
yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang
direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi
dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja
dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan
supportive.
Dengan menggunakan
salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor
seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi
persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada
mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya,
pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Menurut Path-Goal
Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah
karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi
seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan
kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam
memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum
dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
B. Perencanaan, Penetapan Manajemen
1. Definisi dari perencanaan manajemen
Adalah proses
mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu,
dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan
proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan
fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan—tak akan
dapat berjalan.
Rencana dapat
berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana
yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu
organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus
dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal
merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus
mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi
ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
2. Langkah-langkah dalam menyusun
perencanaan manajemen
a. Menentukan
jenis dan jumlah produk yang akan diproduksi agar tepat dalam hal kualitas,
manfaat, dan kuantitasnya sehingga tercapai keuntungan yang maksimal.
b. Menetapkan jumlah
dana yang diperlukan untuk modal kerja maupun modal tetap. Dan untuk menetapkan
apakah akan dibiayai dengan modal sendiri atau dengan pinjaman (kredit).
3. Manfaat perencanaan dalam suatu
organisasi
1.Membantu
manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
2.Membuat tujuan
lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami
3.Meminimumkan
pekerjaan yang tidak pasti
4.Manajer memahami
keseluruhan gambaran operasi lebih jelas
4. Jenis-jenis
perencanaa dalam organisasi
1.Perencanaan
Jangka Panjang & Jangka Pendek
Jangka Pendek :
Perencanaan untuk jangka waktu 1 tahun atau kurang
Menengah : 1 s/d 2
tahun
Panjang : Jangka
waktu 5 tahun atau lebih
2. Perencanaan
strategi dan operasional
A. Perencanaan
Strategi : Kebutuhan jangka panjang dan menentukan komprehensif yang telah
diarahkan.
Menentukan tujuan
untuk organisasi kegiatan apa yang hendak diambil sumber-sumber apa yang
diperlukan untuk mencapainya.
Tahap perencanaan
strategi:
1. identifikasi
tujuan dan sasaran
2. penilaian kinerja
berdasar tujuan dan sasaran yang ditetapkan
3. penentuan
perencanaan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran
4. implementasi
perencanaan strategi
5. evaluasi hasil
dan perbaikan proses perencanaan strategi
Tujuan perencanaan
strategi: mendapatkan keuntungan kompetitiff (competitive advantage).
Manajemen Strategi
Manajemen
strategi: proses pengarahan usaha perencanaan strategi dan menjamin strategi
tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin kesuksesan organisasi dalam
jangka panjang.
Tahap manajemen
strategi:
1. perumusan
strategi (strategy formulation)
2.
pengimplementasian strategi (strategy implementation)
Strategi yang
digunakan organisasi
Tiga tingkatan
strategi yang digunakan organisasi:
1. strategi
korporasi (corporate strategy)
Tujuan:
pengalokasian sumber daya iuntuk perusahaan secara total.
Srtategi ini
digunakan pada tingkat korporasi.
2. strategi bisnis
(business strategy)
strategi untuk
bisnis satu produk lini.
Strategi ini
digunakan pada tingkat divisi.
3. strategi
fungsional (functional strategy)
mengarah ke bidang
fungsional khusus untuk beroperasi.
Strategi ini
digunakan pada tingkat fungsional seperti penelitian dan pengembangan, sumber
daya, manufaktur, pemasaran, dll.
B. Perencanaan
operasional: kebutuhan apa saja yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan
perencanaan strategi untuk mencapai tujuan strategi tersebut. Lingkup
perencanaan ini lebih sempit dibandingkan dengan perencanaan strategi.
Perencanaan
operasional yang khas :
1. Perencanaan
produksi (Production Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan metode dan
teknologi yang dibutuhkan dalam pekerjaan
2. Perencanaan
keuangan (Financial Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan dana yang
dibutuhkan untuk aktivitas operasional
3. Perencanaan
Fasilitas ( Facilites Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan fasilitas
& layaout pekerjaan yang dibutuhkan untuk mendukung tugas.
4. Perencanaan
pemasaran (Marketing Plans) : Berhubungan dengan keperluan penjualan dan
distribusi barang /jasa.
perencanaan sumber
daya manusia (Human Resource Plans): berhubungan dengan rekruitmen,
penyeleksian dan penempatan orang-orang dalam berbagai pekerjaan.
3. Perencanaan
tetap (standing plans)
Digunakan untuk
kegiatan yang terjadi berulang kali (terus menerus)
Tertuang dalam : Kebijaksanaan
Organisasional , Prosedur dan Peraturan
Kebijaksanaan
Perencanaan tetap
yang mengkomunikasikan pengarahan yang luas untuk membuat berbagai keputusan
dan melaksanakan tindakan.
Misalnya :
Penyewaan karyawan, Pemberhentian sementara
Prosedur dan
aturan
Perencanaan tetap
yang menggambarkan tindakan yang diambil pada situasi tertentu sering disebut :
Standard Operating Prosedurs (SOPs)
4. Perencanaan
sekali pakai (single-use plans)
Digunakan hanya
sekali untuk situasi yang unik
Anggaran
Menggunakan
sumber-sumber untuk mengerjakan aktivitas proyek atau program
Merupakan alat
Manajemen yang ampuh untuk mengalokasikan berbagai macam sumber yang terbatas
untuk memenuhi kebutuhan yang beranekaragam.
Jadwal Proyek
Menetapkan
rangkaian kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan khusus dan yang
menghubung-hubungkan dengan kerangka waktu yang khusus, target kinerja dan
Sumber Daya
REFERENSI:
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan
Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya
Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi
Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan
Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Jurnal:
http://edunet07.multiply.com/journal/item/12/Paradigma_kepemimpinan
psikologi.binadarma.ac.id/jurnal_marcel_rita.pdf.indonesian
artikel:
rudylatu.googlepages.com/Leadership.ppt
http://one.indoskripsi.com/node/6974
http://www.isiindonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=306
http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/11/myposting_17927.html
http://www.geocities.com/ppi_malang/artikel2.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perencanaan